Mabesnews.tv, Tanjungpinang –Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) memastikan akan tetap melanjutkan proses lelang pemanfaatan lahan kawasan Gurindam 12 di Kota Tanjungpinang. Keputusan ini menegaskan komitmen pemerintah daerah untuk mengoptimalkan aset milik daerah melalui mekanisme Kerja Sama Pemanfaatan (KSP) sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Ketua Panitia Lelang Gurindam 12, Apri, yang juga menjabat sebagai Kepala Bidang Aset Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Kepri, menegaskan bahwa seluruh proses dilakukan berdasarkan kajian komprehensif dari dinas terkait dan telah memperoleh disposisi Gubernur Kepri untuk diproses sesuai ketentuan hukum.
“BKAD melalui Bidang Pengelolaan Barang Milik Daerah (BMD) telah melakukan kajian berdasarkan Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16 Tahun 2016 tentang pengelolaan BMD melalui skema Kerja Sama Pemanfaatan (KSP),” ujar Apri dalam rapat resmi di Gedung BPKAD Kepri, beberapa waktu lalu.
Ia menjelaskan bahwa tim KSP telah dibentuk untuk melengkapi seluruh administrasi dan kelayakan hukum. Tahapan berikutnya, kata Apri, adalah pemilihan mitra kerja sama pemanfaatan aset daerah di kawasan Gurindam 12 yang akan dilakukan secara terbuka dan kompetitif.
Dalam pemaparannya, Apri menegaskan bahwa lahan kawasan Gurindam 12 merupakan Barang Milik Daerah (BMD) milik Pemerintah Provinsi Kepri, dengan luas mencapai 141.522 meter persegi. Legalitasnya tercatat dengan Nomor Induk Berusaha (NIB) 32.05.00000.4031.0 atas nama Pemerintah Provinsi Kepri, sebagaimana diterbitkan oleh Kementerian ATR/BPN.
“Analisis hukum menunjukkan bahwa seluruh proses pengelolaan aset ini telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Artinya, Pemprov Kepri bertindak dalam koridor hukum,” tegas Apri.
Keputusan untuk tetap melanjutkan lelang ini memantik perhatian publik, terutama dari kalangan masyarakat sipil dan pengamat kebijakan publik.
Koordinator Utama Forum Peduli Ibukota Kepri (FPI Kepri), Hajarulah Aswad, menyambut positif langkah pemerintah, namun meminta agar proses tersebut dijaga agar tidak menyimpang dari prinsip transparansi dan akuntabilitas.
“Kami berharap Pemprov Kepri tetap memperhatikan hasil kajian dan analisis. Prinsip kehati-hatian dan transparansi harus dijaga agar tidak menimbulkan persepsi negatif di tengah masyarakat,” ucapnya.
Sementara itu, seorang tokoh masyarakat yang mengetahui riwayat pembangunan kawasan Taman Gurindam 12—yang dahulu dikenal sebagai jalur lintas barat—mengungkapkan bahwa masyarakat pada dasarnya mendukung langkah pemerintah, selama tujuannya benar-benar untuk kepentingan umum.
“Taman Gurindam 12 sudah jadi ikon Kepri. Kalau pemerintah melanjutkan pelelangan dengan pertimbangan hukum dan manfaat publik, tentu kita dukung. Hanya saja, nilai kontrak dan mekanisme sewa harus dikaji lebih dalam agar tidak menimbulkan kesan ada kepentingan pihak ketiga yang bisa merugikan gubernur sendiri,” ujarnya.
Ia menambahkan, “Kami sayang dengan gubernur, kami juga tidak ingin Gubernur kami terjebak dengan regulasi yang salah.”
Kalangan pelaku UMKM Taman Gurindam 12 menilai pelaksanaan lelang ini sebagai ujian nyata bagi kapasitas Pemprov Kepri dalam menerapkan prinsip good governance dalam pengelolaan aset publik.
“Proses ini akan menunjukkan seberapa kuat sistem akuntabilitas daerah dalam menjaga keseimbangan antara optimalisasi aset dan kepentingan publik. Pemerintah perlu membuka seluruh dokumen kajian, nilai sewa, dan mekanisme penentuan mitra agar masyarakat bisa menilai bahwa proses ini bersih dan objektif,” ujar salah seorang perwakilan komunitas UMKM.
Menurutnya, potensi konflik kepentingan selalu terbuka dalam proyek-proyek strategis seperti Gurindam 12. Karena itu, pengawasan publik dan media harus dijamin.
Ia menambahkan bahwa langkah Gubernur Kepri yang melakukan koordinasi dengan perwakilan UMKM pada 2 Oktober 2025 menjadi bukti kehati-hatian pemerintah. Pertemuan tersebut disebutnya sebagai upaya meneguhkan sinergi antara kepentingan umum dan kebijakan pemerintah, agar Taman Gurindam 12 benar-benar menjadi ikon provinsi yang dikelola secara rapi, bersih, dan berkeadilan.
“Lelang semacam ini rawan persepsi politis. Kalau transparan, masyarakat akan percaya. Tapi jika ada indikasi tertutup, kepercayaan bisa runtuh,” tegasnya.
Dari sisi tata ruang dan fasilitas publik, pengamat perkotaan Nurhaliza Batubara menekankan agar Gurindam 12 tetap mempertahankan fungsi sosial dan ekologisnya sebagai ruang hijau publik.
“Taman Gurindam 12 tidak hanya aset ekonomi, tapi juga simbol budaya dan ruang sosial warga Tanjungpinang. Jangan sampai karena semangat optimalisasi pendapatan daerah, esensi publiknya hilang. Pemanfaatan boleh, tapi fungsi sosial harus tetap jadi roh utama,” ujarnya.
Proses lelang Gurindam 12 kini bukan sekadar soal administrasi dan nilai kontrak, tetapi telah menjadi cermin integritas dan transparansi pengelolaan aset publik di era otonomi daerah modern.
Di antara kepentingan fiskal, estetika kota, dan hak publik atas ruang hijau, Gurindam 12 menjelma menjadi medan uji: apakah pemerintah memilih jalan pragmatis yang cepat menghasilkan, atau jalan strategis yang berkelanjutan dan berkeadilan.
Dan sebagaimana petuah abadi dari Raja Ali Haji dalam Gurindam Dua Belas:
“Jikalau hendak mengenal orang berbangsa, lihat kepada budi dan bahasa.”
Kini, publik menanti — apakah Pemerintah Provinsi Kepri akan berbangsa dalam budi tata kelola, atau sekadar berkuasa dalam angka-angka lelang.
arf-6














