MabesNews.tv – LAMPUNG TIMUR |
Tim penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Lampung Timur yang dipimpin Kepala Seksi Pidana Khusus Julang Dinar Romadlon bersama Kepala Intelijen Dr. Muhammad Rony, resmi menyegel lokasi tambang milik PT Silika Timur Abadi di Dusun VI, Desa Negeri Agung, Kecamatan Gunung Pelindung, Kabupaten Lampung Timur, Rabu (25/6/2025).
Perusahaan tambang pasir seluas 98,8 hektare ini diketahui dimiliki oleh mantan Wakil Bupati Lampung Selatan, Eki Setyanto. Upaya penyegelan sebelumnya telah direncanakan sejak 13 Juni 2025, saat Marwan Jaya Putra masih menjabat Kasi Pidsus. Namun, tertunda lantaran belum adanya surat izin penyegelan dari Pengadilan Negeri.
Penyegelan dilakukan menyusul penyelidikan intensif atas dugaan praktik korupsi dan pelanggaran perizinan oleh perusahaan tersebut. Sumber internal Kejari Lamtim mengungkapkan bahwa operasional tambang PT Silika Timur Abadi diduga kuat tidak memiliki dokumen legal sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Salah satu sorotan adalah penerbitan surat Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR) oleh Pemkab Lampung Timur yang disebut tanpa pertimbangan teknis dari ATR/BPN. Bahkan, mantan Kabid Tata Ruang Dinas PUPR Lamtim disebut telah secara sepihak mengubah tata ruang wilayah demi kepentingan PT Silika Timur Abadi tanpa persetujuan pemerintah pusat.
“PKKPR yang menjadi dasar perizinan perusahaan tersebut tidak sah karena tanpa persetujuan teknis pertanahan dari BPN dan ada manipulasi tata ruang. Artinya, seluruh kegiatan tambang—mulai dari eksplorasi, pengangkutan hingga penjualan pasir—berpotensi ilegal dan bisa merugikan keuangan negara,” ungkap sumber Kejari Lamtim.
Tak hanya itu, Pemkab Lampung Timur juga diketahui menyewakan lahan milik daerah seluas 2.500 meter persegi di Desa Labuhan Ratu kepada PT Silika Timur Abadi. Lahan tersebut dijadikan dermaga bongkar muat hasil tambang pasir.
Kepala Dinas Perhubungan Lamtim, Wan Ruslan, membenarkan penyewaan lahan tersebut sejak 2022 dengan nilai sewa sebesar Rp24 juta per tahun. Ia mengklaim, penggunaan lahan tersebut bukan untuk keperluan dermaga PT Silika Timur Abadi.
“Harga sewa bahkan lebih tinggi dari ketentuan Perda, yang hanya menetapkan Rp4 juta per hektare. Tapi perlu diluruskan bahwa itu bukan dermaga PT Silika Timur Abadi,” jelasnya.
Hingga kini, pihak Kejari Lamtim masih menunggu hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung potensi kerugian negara dalam kasus ini. Penyegelan lokasi tambang menjadi langkah awal menuju pengusutan hukum lebih lanjut terhadap pihak-pihak yang diduga terlibat.