Oleh, Maman A Majid Binfas
MabesNews.tv, Mungkin tidak dinafikan, di sisi lain memang Artificial Intelligence/AI atau Kecerdasan Buatan, ada manfaatnya dalam pendidikan, terutama untuk mendesain sistem pembelajaran yang ditelusuri. Termasuk, komponen yang meliputi personalisasi pembelajaran, efisiensi tugas administratif, peningkatan aksesibilitas, dan umpan balik instan.
Namun, tidak dipungkiri juga ada rangkaian kekurangannya, terutama kepada kevalidan data, termasuk potensi bias algoritmik, isu etika akademik, seperti plagiarisme, masalah ketergantungan berlebihan, dan risiko hilangnya interaksi manusia yang esensial untuk perkembangan emosional dan kritis sebagai manusia yang idealosme berpikir logis dengan otak cemerlang.
Bahkan berbias yang membawa dampak kebuntuan sirkulasi saraf otak yang kritis mesti dicairkan melalui latihan membaca pun akan dibekukan atau dinonaktifkan.
Misalnya, Dalam goresan saya yang bertopik “Bima pun Bertakbiran” di Sidikfokusnews.com. 25/8/2025. Dalam penggalan pengantar, saya
mencoba telusuri dengan Google atau Artificial Intelligence/AI/kecerdasan buatan, tentang kisah Khalid bin Walid yang menghancurkan patung Uzza di Thaif. Namun, hasilnya agak berbeda dengan penjelasan buku yang saya baca. Sebagaimana dikisahkan, sbb.
“Ketika Khalid bin Walid menghancurkan patung Uzza, yang keluar bukanlah wanita hitam, melainkan sesosok jelmaan setan perempuan. Sosok ini memiliki rambut terurai, menaburkan debu di kepala, dan telanjang. Setelah Khalid menebasnya dengan pedang, ia kembali ke Rasulullah dan diberitahukan bahwa itulah jelmaan jin atau setan yang merupakan Uzza itu sendiri.” (Gopgle and AI. 2025).
Sementara di dalam buku “Muhammad Saw, My Beloved Prophet: teladan sepanjang Zaman, karya Syaikh Abu Bakar Kabur al_Jazairi. 2007: 490. Di dalam buku ini dikisahkan, ketika Khalid bin Walid sampai di tempat itu, sang penjaga berkata kepada Khalid, “tahanlah separuh amarahmu”. Tiba tiba seorang wanita hitam dari Habasyah keluar dengan bertelanjang dan bergaya meliuk-liuk. Khalid membunuhnya dan menghancurkan tempat berhala dan beserta isinya.”
Jadi, ada perberbedaan yang agak signifikan mengenai sosok wanita dimaksudkan. Di mana Google dan AI tidak menyertakan sumber literaturnya dari mana asal tulisan yang ditampakkannya supaya bisa dipadukan sehingga bisa dipahami akan kevalidan sumbernya.
Manakala, tulisan tanpa diketahui asal mengenai keaslian sumbernya, tentu beresensi pada plagiarisme dan kesannya pun tidak etis secara logika akademis. Di samping, dampak ketergantungan dari hasil penelusuran melalui AI atau semacamnya akan mengurangi pengembangan pemikiran kritis yang mencerdaskan, terutama di dalam sirkulasi saraf otak berubun kecerdasan yang sesungguhnya.
Pikiran Berubun Jariku
Terkadang, gerak ubun ubun jariku tak mampu mengejar durasi pusaran pikiranku yang mengalir deras, sehingga ada diksi goresan terpenggal, baik huruf maupun kata terlompati.
Dan dimaklumi memang mesti dibaca kembali untuk diedit agar tak galau untuk dimaknai !
Bahkan, terkadang telah dilakukan demikian, namun tetap saja terjadi kekhilafan akan kurang huruf atau pilihan kata juga kalimat yang tak signifikan sebagaimana diharapkan pula !
Mungkin, hal yang wajar dan mesti disadari memang Aku lagi sedang belajar tanpa akhir di dalam memadukan antara durasi pikiran berlogika dengan gerak raga berjiwa dalam pengabdian yang berkalam kepada Sang Keabadian !
Goresan Berkalam Menunggui
Goresan bertopik “menunggui” ini, telah mengabdi di media sosial, tepanya hari Senin 17:09, 25 Agustus 2025. Sempat beredar lebih kurang tiga jam, namun diblokir oleh media facebook dengan alasan tak boleh beredar di luar negari. Kemudian, saya membuka konfirmasi dengan sekedar menetahui alasanya, apa karena reel instrument lagu atau karena diksi narasinya sehingga dibatasi peredarannya.
Namun, hingga berapa jam ditunggui tak muncul juga jawabannya, dan akhirnya saya putuskan untuk menghapus di dalam tautan facebook.
Menungguin
Kalau kita menunggu memang bukan lagi terkadang, sungguh mengganggu konsentrasi pikiran yang bening menjadi kunang kunang karena pening
Bahkan, sangat menjengkelkan bila tak dibarengi dengan iringan logika berdurasi rasa dalam arus kesabaran tinggi
Di sini, bermulanya rasa dongkol berlogika sangat dangkal sehingga timbul pikiran tak terkontrol untuk dikendalikan sebagaimana semestinya
Dan kemudian, bila bertindak kurang elok, maka dapat berdampak yang dirasakan menjadi penyesalan tidak diharapkan.
Bahkan, mungkin dampaknya akan lebih dari itu, disingkirkan menjadi kerangkengan kesiapan tanpa tepian berdampingan hingga bermautan.
Baru Terasa Kesepian
Hampir tiga jam aku menunggu perbaikan Liquid Crystal Displa (LCD)hp, dan duduk ngopi di cafe, bah orang kehilangan akal dengan nanar mencari cela gagasan untuk digoresin.
Baru terasa bila tak didampingi oleh buku bacaan jadi teman setia dan hp untuk mencari link artikel berlogika tinggi !
Bahkan, rasanya bagaikan orang kebingungan tak punya energi dari dudera penyakit pikunan menahun.
Kemarin selepas magrib, baru lagi terasa kesepian menelimuti tanpa pendaping setia, bah otak terasa pening dan lumpuh melompong tetapi bukan hua melolong.
Namun, denyutan sirkulasian ide yang mengalir, tetap juga dicoba untuk direkam dalam inbox otak kecilku agar tak mengalir sia sia guna digores setelah LCD siuman. Namun, makna diksi siuman di sini, tentu berbeda esensinya dengan rangkaian keluarga yang suka membajakan ampas LCD loakan.
Membajak Keluarga
Ada yang berkomentar di perkampungan semi ala perkotaan, tak begitu jauh dengan ibu kota suatu daerah yang terlintasi ! Selintas komentar, yakni lebih kurangnya;
Kalau sudah tahu akan sengsara, kenapa juga paksakan diri untuk memperkosa yang bukan menjadi hakmu !
Bila demikian, tentu mesti dirasakan saja yang menjadi resiko dari kedunguanmu sendiri. Tak perlu mengajak keluarga lagi untuk membajak atas kebejatanmu yang terhina !
Silakan menyelami dan dinikmati saja sendiri, menjadi buah simalakama di dalam kesengsaaran berhingga kiamatan.
Waduh, keluhnya dengan sangat perih luar biasa menghantamnya, sungguh memalukan maut kematian bila telah tiba tanpa aba aba !
Sesalan begini hanya menjadi bukti atas kedunguan dari otak ampas ceboan yang tak ada gunanya terbungkusin plastik transparan!
Jadi, memang perlu disadari dampak dari kekurangan transparanan dan juga daya ketergantungan berlebihan dari hasil penelusuran melalui AI atau semacamnya akan dapat membukam pengembangan pikiran kritis yang mencerdaskan otak secara brilian. Sekalipun, demikian esensi Google dan AI dapat membantu untuk dipadukan dengan buku dan jurnal yang valid akan literatur sebagai sumber bacaan berkualitas tinggi.
Kemampuan di dalam memadukan antara hasil penelusuran dengan buku bacaan yang berkualitas sehingga berefek kepada sirkulasi saraf otak berubun kecerdasan tinggi yang menjadi harapan sesungguhnya.
Kualitas kecerdasan yang sejati menjadi akar dari idealosme berpikir logis dengan otak cemerlang. Tentu dealisme daya berpikir demikian, memang telah dianugerahi Tuhan menjadi insan kamil yang mengabdikan sebagai hamba yang secara idealisme untuk berkalam. Wallahualam.