Mabesnews.tv – Aripuddin Jalil, Wakil Ketua Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) Provinsi Kepulauan Riau, mengingatkan seluruh pihak tentang pentingnya kelestarian bahasa Melayu sebagai identitas utama masyarakat Melayu dalam acara Musyawarah Wilayah (Muswil) Kerukunan Indonesia Selatan (KISS) yang digelar di Tanjung Pinang, baru-baru ini. Menurutnya, bahasa Melayu bukan sekadar alat komunikasi, tetapi juga cerminan jati diri, tradisi, dan sejarah panjang masyarakat Melayu di Kepulauan Riau.
Dalam sambutannya, Aripuddin menekankan bahwa tanpa adanya pembelajaran khusus bahasa Melayu, bahasa ini berpotensi ditinggalkan oleh generasi muda dalam kurun waktu lima hingga sepuluh tahun mendatang. Ia menegaskan bahwa pergeseran bahasa dari Melayu ke bahasa Indonesia merupakan ancaman nyata bagi kelestarian budaya lokal.
“Bahasa Melayu adalah warisan yang harus kita jaga. Jika tidak ada upaya serius, bahasa ini bisa hilang dari kehidupan generasi muda. Pemerintah perlu mengambil langkah konkret melalui regulasi, agar pembelajaran bahasa Melayu dapat berjalan secara formal di sekolah-sekolah,” tegas Aripuddin.
Aripuddin juga menyoroti fakta bahwa selama ini bahasa Melayu bertahan dan berkembang terutama melalui praktik budaya dan tradisi yang dijalankan di lingkungan keluarga, masyarakat, dan institusi pendidikan nonformal. Namun, ia menilai bahwa ketergantungan hanya pada ranah nonformal belum cukup untuk menghadapi arus globalisasi dan dominasi bahasa nasional.
Sejarawan dan pengamat bahasa menambahkan bahwa bahasa Melayu memiliki akar sejarah yang sangat kuat di Provinsi Kepulauan Riau. Bahasa ini tidak hanya menjadi sarana komunikasi, tetapi juga media penyebaran sastra, adat istiadat, dan sistem nilai masyarakat Melayu. Menurut Dr. Hanafi, pengajar sejarah budaya Melayu di Universitas Riau, “Bahasa Melayu telah menjadi bagian dari identitas kolektif masyarakat Riau selama berabad-abad. Kehilangan bahasa berarti kehilangan memori sejarah dan budaya yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.”
Pernyataan Aripuddin mendapat perhatian serius dari peserta Muswil KISS yang terdiri dari tokoh masyarakat, pemuda, dan akademisi. Mereka sepakat bahwa penguatan kebijakan pemerintah dan kolaborasi masyarakat menjadi langkah penting untuk melestarikan bahasa Melayu. Langkah-langkah tersebut dapat berupa penerbitan peraturan daerah (Perda) tentang pembelajaran bahasa Melayu, pengintegrasian bahasa Melayu dalam kurikulum sekolah, serta pelatihan guru dan tenaga pendidik agar mampu mengajarkan bahasa Melayu secara efektif.
Fenomena pergeseran bahasa juga diamati di berbagai daerah, di mana bahasa lokal mulai tergeser oleh bahasa nasional dan bahasa asing, terutama di ranah pendidikan formal dan media sosial. Kondisi ini menunjukkan bahwa peran keluarga dan masyarakat, meski penting, tidak cukup menjaga keberlangsungan bahasa. Penguatan domain formal pendidikan menjadi langkah strategis agar generasi muda tidak hanya mengenal bahasa Melayu sebagai bahasa ibu, tetapi juga mampu menggunakannya secara aktif dan kritis dalam berbagai situasi sosial.
Selain itu, Aripuddin menekankan perlunya revitalisasi tradisi dan kegiatan budaya yang menggunakan bahasa Melayu, seperti pertunjukan sastra, musik, dan ritual adat. Hal ini, menurutnya, dapat menumbuhkan kebanggaan dan kecintaan generasi muda terhadap bahasa dan budaya mereka sendiri.
“Jika generasi muda melihat bahwa bahasa Melayu hidup dan digunakan dalam berbagai aktivitas sosial, mereka akan lebih termotivasi untuk mempelajari dan mempertahankannya. Ini bukan hanya soal bahasa, tetapi soal identitas dan keberlanjutan budaya kita,” kata Aripuddin menutup sambutannya.
Dengan kesadaran kolektif dari masyarakat dan dukungan pemerintah, diharapkan bahasa Melayu dapat tetap lestari, menjadi jembatan penghubung antara tradisi dan modernitas, serta memperkuat identitas budaya Melayu di Provinsi Kepulauan Riau.
( NS) .