Mabesnews.tv – Batam – Fenomena bullying di kalangan pelajar kembali menjadi sorotan serius. Kelompok 4 Bahasa Indonesia kelas XI MB 1 menyoroti bahwa praktik perundungan (bullying) masih marak terjadi di sekolah-sekolah. Kondisi ini dinilai sudah mengkhawatirkan, karena berdampak luas terhadap kesehatan mental, prestasi akademik, hingga masa depan para korban.
Melalui diskusi kelas, anggota kelompok yang terdiri dari Amelya Puspa Wati, Dini Anggraini, Gita Tasya Simangunsong, Rischa Adelina Sipayung, Shofyatu Alzahro, dan Wa Naisah, memaparkan bahwa bullying di sekolah kerap terjadi akibat lemahnya kontrol sosial. Mereka menilai faktor pemicu utamanya berasal dari kombinasi beberapa aspek, yakni keluarga yang kurang harmonis, pengaruh pergaulan, serta minimnya pengawasan dari guru maupun pihak sekolah. Selain itu, pengaruh media sosial juga turut memperburuk keadaan dengan melahirkan bentuk-bentuk perundungan baru yang lebih sulit diawasi.
Menurut kelompok ini, lemahnya penanganan bullying di sekolah juga menjadi salah satu alasan mengapa kasus tersebut terus berulang. Sekolah dinilai belum memiliki sistem pencegahan yang berkelanjutan dan belum menyiapkan guru dengan keterampilan khusus untuk menangani kasus perundungan. Upaya yang selama ini dilakukan, seperti penyuluhan, sosialisasi, hingga pemberian sanksi kepada pelaku, dianggap hanya bersifat reaktif. “Sekolah sudah berusaha, tetapi masih setengah hati dan tidak sistematis, sehingga bullying tetap marak,” demikian kesimpulan yang disampaikan.
Selain itu, kurangnya keterlibatan orang tua dan tidak adanya sistem pelaporan yang aman membuat korban sering memilih diam. Hal ini memperparah kondisi, karena pelaku merasa tindakannya tidak mendapatkan konsekuensi serius. Menurut para siswa, permasalahan ini perlu diatasi dengan langkah komprehensif, mulai dari memperkuat pendidikan karakter, membangun komunikasi intensif antara sekolah dan keluarga, hingga membentuk mekanisme pelaporan yang rahasia dan melindungi korban.
Kelompok 4 juga menekankan bahwa dampak jangka panjang bullying sangat berbahaya. Korban berisiko mengalami gangguan kesehatan mental seperti depresi, kecemasan, hingga trauma pasca peristiwa (PTSD). Selain itu, perundungan dapat menurunkan prestasi akademik, mengganggu kehidupan sosial, bahkan menyebabkan korban merasa terisolasi dan kehilangan kepercayaan diri. “Dalam kasus ekstrem, bullying bahkan bisa memicu keinginan bunuh diri,” tegas mereka dalam paparannya.
Diskusi ini menegaskan bahwa bullying bukan sekadar kenakalan remaja, melainkan persoalan serius yang menuntut penanganan tegas dan sistematis. Sekolah sebagai institusi pendidikan didesak untuk tidak lagi bersikap setengah hati, melainkan harus membangun sistem pencegahan dan penanganan yang menyeluruh. Harapannya, semua pihak—sekolah, orang tua, dan masyarakat—dapat bergandengan tangan untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman, sehat, dan bebas dari perundungan. (Nursalim Turatea).