Mabesnews.tv, Tanjungpinang – Polemik pengelolaan Taman Gurindam 12 terus menggelinding bak bola salju. Di tengah meningkatnya kritik publik terhadap kebijakan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Forum Peduli Ibukota Kepri bersama Gerakan Bersama Rakyat Kepri (GEBER-KEPRI) akan menggelar Diskusi Terbuka bertajuk “Kasi Paham Gubernur” pada Sabtu, 20 September 2025, di A8 Pinang Harmony, tepatnya di seberang SPBU KM.7 Tanjungpinang.
Agenda ini mengusung tema besar “Kasi Paham Gubernur” dengan sub tema “Polemik Pengelolaan Taman Gurindam 12”. Forum ini digagas sebagai wadah aspirasi masyarakat, intelektual muda, serta pemerhati kebijakan publik, yang ingin memastikan pengelolaan aset daerah berjalan transparan, akuntabel, dan berpihak pada kepentingan rakyat.
Para pengamat pemerintahan daerah menilai bahwa diskusi ini tidak sekadar forum wacana, melainkan ruang konsolidasi gagasan kritis. Menurut Dr. Syarifuddin, fenomena Taman Gurindam 12 mencerminkan lemahnya arah pembangunan daerah.
“Pemerintah provinsi seolah terjebak pada pola pikir jangka pendek. Aset publik yang dibangun dengan dana rakyat tidak boleh begitu saja dipasrahkan ke pihak swasta tanpa kajian akademis dan konsultasi publik yang serius,” ujarnya.
Seorang pengamat politik lokal, Dato Chaidar Rahmat, menilai langkah pemerintah mengelola kawasan strategis dengan skema kerja sama pemanfaatan (KSP) lebih menyerupai logika bisnis murni ketimbang kebijakan publik. “Ketika gubernur bertindak seperti pebisnis, maka orientasi kesejahteraan rakyat bisa tersingkirkan. Padahal, gubernur itu pemimpin politik, bukan direktur perusahaan,” tegasnya.
Dari sisi tata kelola, praktisi hukum Yuliana Ahmad menekankan bahwa aset publik, khususnya ruang terbuka hijau dan kawasan wisata kota, seharusnya tidak diperlakukan semata sebagai komoditas ekonomi. “Taman Gurindam 12 bukan hanya taman kota, tetapi juga simbol budaya Melayu dan wajah peradaban Tanjungpinang. Jika dikelola dengan pola komersialisasi berlebihan, hak masyarakat untuk menikmati ruang publik akan tereduksi,” katanya.
Para aktivis masyarakat sipil juga menyoroti aspek partisipasi, pegiat muda dari Gerakan Anak Melayu, kebijakan pengelolaan Gurindam 12 tidak melalui proses dengar pendapat yang inklusif. “Kita, masyarakat Tanjungpinang, seolah hanya dijadikan penonton. Padahal, klaim pembangunan ini untuk rakyat. Kalau untuk rakyat, maka rakyat harus tahu dan dilibatkan sejak awal,” ujarnya lantang.
Diskusi Terbuka pada 20 September mendatang diproyeksikan menjadi momentum penting. Forum ini akan mengundang berbagai elemen masyarakat: akademisi, tokoh pemuda, aktivis, penggiat lingkungan, hingga masyarakat biasa yang selama ini menjadi pengguna kawasan Taman Gurindam 12. Kehadiran mereka diharapkan mampu menghadirkan pandangan konstruktif sekaligus menjadi bahan evaluasi publik terhadap arah kebijakan Pemprov Kepri.
Menurut pengamat kebijakan publik nasional, Prof. Marwan Iskandar, forum ini merupakan wujud nyata check and balance dari masyarakat. “Dalam demokrasi lokal, suara rakyat adalah kompas bagi kebijakan pemerintah. Jika lembaga formal tidak maksimal melakukan pengawasan, maka suara publik dalam forum diskusi terbuka ini justru bisa menjadi koreksi yang lebih tajam,” jelasnya.
Polemik Gurindam 12 bukan hanya soal aset wisata, melainkan representasi dari bagaimana pemerintah mengelola warisan budaya, ruang publik, dan potensi ekonomi daerah. Diskursus yang berkembang akan menjadi ujian serius bagi gubernur dan jajaran, apakah berani membuka diri terhadap kritik atau tetap mempertahankan pola kebijakan elitis.
Dengan semakin derasnya arus kritik, publik menanti apakah hasil diskusi ini akan dijadikan pijakan oleh Pemprov Kepri untuk mengubah arah kebijakan, atau justru diabaikan begitu saja. Namun yang jelas, forum ini menegaskan bahwa masyarakat Tanjungpinang tidak tinggal diam, dan siap menjaga agar Gurindam 12 tetap menjadi milik rakyat, bukan sekadar komoditas yang diperdagangkan.
Apabila diskusi terbuka ini berhasil menghimpun pandangan kritis dan solusi, bukan tidak mungkin gerakan masyarakat sipil Kepri akan menjadi kekuatan moral baru dalam mengawal kebijakan daerah ke depan.
Masyarakat kini menunggu: apakah suara-suara dalam forum Kasi Paham Gubernur akan menggema hingga meja gubernur, atau hanya menjadi gema perlawanan rakyat yang kembali terpinggirkan?,”arf-6