Bulukumba – Proyek jembatan di Kecamatan Bontotiro, Kabupaten Bulukumba, kini menjadi sorotan tajam. Jembatan yang seharusnya menjadi nadi penghubung antara Desa Bonto Marannu dan Desa Bontobarua itu ternyata sudah lima tahun terbengkalai. Hanya tersisa pondasi dan besi penyangga berkarat, seakan menjadi monumen pemborosan anggaran.
Investigasi Jajaran Wartawan Indonesia (JWI) DPD Bulukumba pada Sabtu (20/9/2025) menguak potret buram pembangunan di daerah. Proyek yang ditunggu masyarakat justru mangkrak tanpa kepastian, sementara anggaran diduga sudah terkuras.
Seorang kepala desa berinisial BS yang mengaku sebagai pelaksana proyek malah mengeluarkan pernyataan mengejutkan.
“Memang saya yang laksanakan, pak. Tapi anggaran sudah tidak ada, makanya pengerjaannya terhenti,” ucapnya enteng.
Pengakuan ini justru menimbulkan pertanyaan serius: kemana larinya anggaran miliaran rupiah itu? Bagaimana bisa sebuah proyek vital diberi anggaran, dimulai, lalu dibiarkan mandek begitu saja tanpa pertanggungjawaban?
Lebih mengkhawatirkan, JWI menemukan indikasi bahwa kasus serupa terjadi di beberapa titik lain di Bulukumba. Artinya, dugaan praktik “proyek setengah jadi” bukan sekadar kelalaian, melainkan bisa jadi pola sistematis yang merugikan negara dan rakyat.
Ketua JWI DPD Bulukumba, Andisbrow, dengan tegas meminta agar aparat penegak hukum tidak menutup mata.
“Ini jelas ada yang tidak beres. Kami sedang telusuri asal proyek ini, siapa yang melaksanakan, dari mana sumber anggarannya, dan kenapa bisa dibiarkan mangkrak. Jangan sampai inspektorat dan instansi terkait hanya jadi penonton. Mereka harus turun ke lapangan, bukan hanya duduk manis di kantor,” tegas Andisbrow.
Masyarakat kini menunggu keberanian Pemkab Bulukumba, DPRD, hingga aparat penegak hukum untuk membongkar tuntas skandal ini. Jika tidak, mangkraknya proyek jembatan Bontotiro akan menjadi simbol betapa anggaran publik bisa raib tanpa hasil, sementara rakyat hanya mendapat warisan besi karat.