Mabesnews.tv,-Tapaktuan- Mutasi dan rotasi perdana yang dilakukan Bupati H. Mirwan MS kemarin mestinya menjadi pesta penyegaran birokrasi. Sayangnya, aroma pasar malam jabatan mulai tercium. Koordinator Gerakan Muda Peduli Aceh (GeMPA), Ariyanda Ramadhan, menegaskan dukungan kepada Bupati, tapi juga meminta aparat penegak hukum (APH) untuk menuntaskan indikasi praktik jual beli jabatan di tubuh Pemkab Aceh Selatan.
“Mutasi dan rotasi perdana ini adalah langkah positif. Kami mendukung komitmen Bupati Mirwan dalam menempatkan pejabat yang profesional dan berintegritas,” kata Koordinator GeMPA, Ariyanda Ramadhan, Jumat 29 Agustus 2025.
Namun, lanjut Ariyanda, dukungan ini bukan sekadar tepuk tangan di atas panggung. Publik, menurutnya, menunggu bukti nyata bahwa kursi yang diganti tidak dibeli dengan uang atau ‘titipan politik’ dari calo jabatan yang lihai, yang dalam kajian Edward Aspinall (2014) disebut patronase politik pasca pilkada, dan Van Klinken (2009) menamakan local bossism.
Ariyanda menegaskan, Bupati Mirwan harus konsisten sebagai pemimpin. “Jangan biarkan calo jabatan merajalela. Kalau Bupati sudah mengetahui siapa pelaku pungli atau praktek transaksional, H. Mirwan tidak boleh membiarkannya,” ujar pemuda asal Labuhanhaji Raya itu.
Dia juga menekankan bahwa mutasi bukan sekadar pergantian nama, tetapi ujian bagi integritas birokrasi Aceh Selatan. Sebagai Kepala Daerah, H Mirwan seharusnya punya tolak ukur yang kongkret dan konsisten sebagai bentuk komitmen yang kuat. Jika tidak, maka akan menjadi catatan hitam bagi publik.
Ariyanda menjelaskan, sejarah menunjukkan, birokrasi yang dikuasai calo jabatan tidak pernah produktif. Kasus di Klaten dan Probolinggo, bahkan di Aceh sendiri, membuktikan bagaimana praktik jual beli jabatan merusak meritokrasi dan menurunkan kepercayaan publik. Laporan KPK 2023 menyebut 70 persen kasus korupsi kepala daerah sebagian besar berakar dari jual beli jabatan. Angka itu membuat wajar jika publik dan organisasi pemuda menaruh perhatian ekstra pada mutasi perdana Mirwan.
Ariyanda menekankan pentingnya kolaborasi antara komitmen Bupati dan APH. Mutasi harus dijalankan bersih, rotasi dilakukan secara transparan, dan oknum nakal ditindak tegas. Hanya dengan demikian, birokrasi Aceh Selatan bisa berfungsi optimal sehingga pejabat bekerja untuk rakyat, bukan sibuk mengembalikan uang yang dikeluarkan untuk kursi jabatan.
Tentu tak mungkin ada asap kalau tak ada api, tak mungkin menyebar isu jika tak ada yang terindikasi berhasil melakukan praktek tak senonoh itu. Walaupun terkadang indikasi praktek jual beli jabatan itu berjalan ibarat kentut, tak nampak namun wanginya semerbak hingga menjadi pembahasan di warung-warung kopi dan media sosial. “Jangan sampai gara-gara nila setitik rusak susu sebelanga, jangan sampai karena ulah oknum yang geureuda (serakah), justru itikad baik Bupati ternoda, tata kelola birokrasi pemerintahan amburadur, dan rakyat jadi korbannya,”ucapnya.
“Publik tentunya siap mengawal langkah Bupati, mendukung penyegaran birokrasi, tetapi juga menuntut transparansi dan akuntabilitas. Publik Aceh Selatan berhak memastikan bahwa mutasi ini bukan arena pasar malam jabatan, tetapi langkah nyata menuju birokrasi profesional dan produktif,” tegasnya.
Dia juga mengingatkan agar mutasi perdana ini bukan sekadar pergantian pejabat, tetapi cermin bagi kredibilitas pemerintahan. Lampu merah KPK sudah menyala, publik sudah menutup hidung terhadap aroma pasar malam jabatan.”Kini, Bupati Mirwan harus menunjukkan kepada publik bahwa ia bisa menginjak rem dan menyingkirkan aroma tak sedap itu, sebelum semerbaknya merusak reputasi birokrasi Aceh Selatan,”tutupnya.
(Samsul Daeng Pasomba/Tim)