Mabesnews.tv.Tanjungpinang – Ketegangan sosial-politik di Kepulauan Riau memuncak setelah Forum Peduli Ibu Kota (FPI) Kepri bersama berbagai elemen masyarakat menggelar konsolidasi dan menyatakan sikap menolak keras rencana swastanisasi kawasan Taman Gurindam 12, ikon ruang publik di jantung Kota Tanjungpinang.
Pertemuan yang digelar di kediaman Hajarullah Aswad, Koordinator Utama FPI Kepri, pada Ahad (5 Oktober 2025) itu dihadiri oleh perwakilan LSM, organisasi mahasiswa, aktivis sosial, dan sejumlah pelaku UMKM lokal yang selama ini menggantungkan ekonomi di kawasan tersebut.
Konsolidasi menghasilkan keputusan bulat: menolak dan menggagalkan proyek swastanisasi Gurindam 12, serta menggelar aksi damai besar-besaran pada 8 Oktober 2025 di perkantoran gubernur provinsi Kepulauan Riau Dompak. Titik kumpul Lapangan Pamedan Ahmad Yani, Tanjungpinang.
> “Ini bukan sekadar aksi protes. Ini gerakan rakyat untuk mempertahankan hak hidup dan ruang publik yang menjadi milik bersama,” tegas Hajarullah Aswad di hadapan peserta rapat.
Menurut FPI Kepri, proyek kerja sama pengelolaan jangka panjang antara Pemprov Kepri dan pihak swasta dinilai sarat kepentingan elit dan berpotensi mengubah wajah Gurindam 12 dari kawasan budaya menjadi area bisnis eksklusif. Mereka menilai kebijakan tersebut dapat mematikan ekonomi rakyat kecil serta menghapus nilai sejarah dan kultural kawasan yang menjadi simbol peradaban Melayu itu.
“Kami melihat ini bukan pembangunan, tapi perampasan ruang publik secara halus. Rakyat kecil hanya dijadikan penonton,” tambah Hajarullah.
Sementara itu, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau menegaskan bahwa rencana penataan Gurindam 12 bukanlah bentuk privatisasi, melainkan upaya memperbaiki tata kelola kawasan agar lebih tertata, aman, dan layak menjadi destinasi wisata unggulan berbasis masyarakat.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kepri, yang juga tergabung dalam tim teknis perencanaan, menjelaskan bahwa Pemprov masih dalam tahap pembahasan lintas instansi untuk memastikan tidak ada pelaku UMKM yang dirugikan.
“Tidak benar ada swastanisasi. Yang kami lakukan adalah menyiapkan konsep penataan yang memberi ruang lebih baik bagi pelaku UMKM. Semua masih dalam tahap konsultasi publik,” ujarnya.
Pemerintah juga mengklaim bahwa setiap proses akan melibatkan partisipasi masyarakat, terutama komunitas atau perkumpulan UMKM Taman gurindam 12 agar model pengelolaan yang dipilih tetap menjunjung prinsip keadilan sosial, transparansi, dan partisipatif.
Dari pihak Perkumpulan UMKM Taman Gurindam 12, Ketua Umum Zulkifli Riawan menyatakan bahwa komunitasnya memilih bersikap netral terhadap dinamika politik yang berkembang. Menurutnya, pelaku UMKM hanya berharap pemerintah dan masyarakat tidak menjadikan Gurindam 12 sebagai arena konflik kepentingan. Dan kami akan mengawasi, jalannya pembangunan yang berpihak kepada pelaku UMKM khususnya dan simbol-simbol budaya yang melekat pada jati diri melayu dan kearifan lokal.
“Kami tidak ikut aksi apa pun. Fokus kami adalah berjualan dan menjaga ketertiban kawasan. Tapi kami tetap menolak kalau nama UMKM digunakan tanpa izin resmi dari perkumpulan,” kata Zulkifli.
Pengamat kebijakan publik dan tata kota, menilai polemik ini sebagai refleksi klasik antara dorongan pembangunan dan kebutuhan partisipasi publik yang lebih inklusif. Menurutnya, pemerintah harus belajar dari banyak kasus di mana proyek revitalisasi justru menimbulkan resistensi sosial akibat komunikasi yang buruk.
“Gurindam 12 memiliki makna simbolik bagi masyarakat Tanjungpinang. Setiap upaya penataan harus berbasis dialog, bukan sekadar sosialisasi teknokratis. Kalau tidak, masyarakat akan merasa dikhianati,” ujarnya.
Ia menambahkan, keberhasilan proyek semacam ini sangat bergantung pada keberanian pemerintah untuk membuka data dan rancangan kerja sama secara transparan. Tanpa itu, kecurigaan publik akan terus menguat, dan gerakan sosial seperti yang dilakukan FPI Kepri bisa berkembang menjadi bentuk perlawanan yang lebih luas.
Menjelang aksi damai 8 Oktober 2025, aparat keamanan telah menyiapkan pola pengamanan persuasif guna memastikan kegiatan berlangsung tertib. Sumber di lingkungan Polda Kepri menyebut, aparat akan memprioritaskan pendekatan dialogis dan menghindari tindakan represif.
Hingga berita ini diturunkan, Gubernur Kepulauan Riau Ansar Ahmad belum memberikan pernyataan resmi terkait tudingan FPI Kepri maupun sikap sejumlah kelompok masyarakat. Namun sumber internal menyebutkan bahwa gubernur tetap berkomitmen menjadikan Gurindam 12 sebagai kawasan publik yang ramah ekonomi rakyat dan berdaya saing wisata.
Kontroversi rencana penataan Gurindam 12 kini berkembang menjadi isu publik yang menyentuh jantung relasi antara pemerintah, rakyat, dan modal. Di satu sisi, ada keinginan untuk menata kota agar lebih modern dan menarik wisatawan; di sisi lain, ada kegelisahan masyarakat terhadap hilangnya ruang publik dan peluang ekonomi.
Apapun hasil akhirnya, Gurindam 12 kini bukan sekadar taman, melainkan simbol ujian bagi kepemimpinan daerah — apakah pembangunan dapat berjalan seiring dengan keadilan sosial dan partisipasi rakyat.
arf-6