MabesnewsTV.com,Mempawah Kalimantan Barat
Kehadiran perusahaan tambang berskala besar, khususnya yang berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti PT Aneka Tambang (Antam), seharusnya menjadi katalisator bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Namun, realitas di lapangan menunjukkan adanya disparitas dalam distribusi manfaat, khususnya bagi masyarakat adat.
Peran Strategis Masyarakat Adat
Masyarakat adat memiliki sistem kepemimpinan dan kelembagaan yang jelas, mulai dari timanggong, pasirah, pangaraga, hingga lembaga adat DAD. Struktur ini berfungsi menjaga ketertiban sosial, melestarikan nilai-nilai budaya, serta memastikan keberlanjutan relasi harmonis antara manusia dan lingkungan. Mengabaikan pengurus adat sama saja dengan mengabaikan entitas sosial yang memiliki legitimasi historis dan kultural di wilayah tersebut.
Pengakuan atas keberadaan masyarakat adat sesungguhnya telah diatur dalam Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 yang menegaskan bahwa “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya.” Ketentuan ini diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia serta Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 yang mengakui hutan adat bukan lagi bagian dari hutan negara.
CSR sebagai Instrumen Pemberdayaan
Secara normatif, tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility / CSR) diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Pasal 74), yang mewajibkan perusahaan di bidang atau berkaitan dengan sumber daya alam untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) serta perubahannya dalam UU Nomor 3 Tahun 2020 menegaskan kewajiban perusahaan pertambangan untuk memperhatikan kepentingan masyarakat sekitar wilayah operasionalnya.
Dengan dasar hukum tersebut, jelas bahwa CSR bukanlah kegiatan sukarela (charity), melainkan kewajiban hukum yang harus dikelola secara adil, partisipatif, dan transparan.
Tuntutan Keadilan Sosial
Keadilan sosial mensyaratkan adanya distribusi manfaat yang proporsional. Pemerintah desa memang penting dilibatkan, tetapi pengurus adat tidak boleh diabaikan. Masyarakat adat bukanlah sekadar bagian pelengkap, melainkan pemangku kepentingan utama yang memiliki hak konstitusional.
Lebih jauh, prinsip keadilan sosial juga ditegaskan dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat yang mengamanatkan tujuan bernegara untuk “mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Seruan untuk Evaluasi
Demi menghindari potensi konflik sosial di masa mendatang, diperlukan evaluasi menyeluruh terhadap izin operasional dan implementasi CSR PT Antam. Pemerintah daerah, khususnya Bupati Mempawah, memiliki kewajiban moral dan konstitusional untuk memastikan keberadaan perusahaan tambang tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga sejalan dengan prinsip keadilan sosial dan penghormatan terhadap hak masyarakat adat.
Jika CSR dikelola secara partisipatif dan berkeadilan, kehadiran PT Antam dapat menjadi peluang besar untuk memperkuat kearifan lokal, mempercepat pembangunan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara holistik. Sebaliknya, jika diabaikan, perusahaan berisiko menciptakan ketidakpuasan, konflik, dan bahkan disintegrasi sosial di wilayah adat.
Sumber: Adrianus,S.Pd.,M.Pd.
Ketua Dewan Adat Dayak Kabupaten Mempawah Kalbar
(Team/read)