MabesNews.tv, Tanjungpinang – Peredaran rokok ilegal tanpa cukai di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), khususnya di Batam dan Kota Tanjungpinang, kian mengkhawatirkan. Maraknya praktik ini bukan hanya merugikan negara dari sisi penerimaan cukai, tetapi juga memperlihatkan lemahnya penegakan hukum oleh aparat terkait, terutama Bea Cukai dan Kepolisian.
Menurut informasi yang dihimpun, sejumlah merek rokok ilegal yang paling banyak beredar antara lain Ofo, PSG, Luftman, dan VR7. Rokok-rokok tersebut masuk ke pasaran tanpa dilekati pita cukai, sehingga harganya jauh lebih murah dibandingkan produk legal. Kondisi ini merugikan negara hingga triliunan rupiah setiap tahun serta menimbulkan persaingan tidak sehat bagi industri rokok resmi.
Lebih ironis, praktik penyelundupan rokok ilegal ini diduga memanfaatkan celah kelemahan aparat penegak hukum. Sumber terpercaya menyebutkan, modus yang kerap digunakan adalah menyelundupkan rokok melalui tas ransel milik oknum aparat di pelabuhan Roro Punggur menuju Tanjung Uban. Dengan cara ini, barang selundupan bisa melewati pemeriksaan tanpa kecurigaan karena aparat keamanan cenderung enggan memeriksa tas milik sesama aparat.
Seorang sumber di lapangan mengungkapkan bahwa modus tersebut sudah berlangsung selama dua hingga tiga bulan terakhir. “Jumlah yang dibawa memang tidak banyak, tapi sangat aman. Justru karena itu, biaya penyelundupan kecil dan risiko tertangkap sangat minim. Akibatnya, bisnis rokok ilegal semakin menguntungkan,” ujarnya.
Pengamat hukum pidana, menilai lemahnya pengawasan aparat memperlihatkan adanya indikasi pembiaran. “Jika benar ada keterlibatan oknum aparat, ini bukan lagi persoalan ekonomi semata, melainkan masalah integritas penegakan hukum. Pemeriksaan harus dilakukan secara menyeluruh, termasuk terhadap oknum yang diduga memfasilitasi,” tegasnya.
Sementara itu, pakar ekonomi, menyoroti kerugian negara yang sangat besar akibat maraknya rokok ilegal. “Potensi penerimaan cukai yang hilang bisa mencapai triliunan rupiah setiap tahun. Jika dibiarkan, ini tidak hanya mengurangi pendapatan negara, tetapi juga merusak tata kelola industri tembakau legal di Indonesia. Pemerintah perlu memperkuat pengawasan lintas lembaga dan mempercepat proses hukum terhadap jaringan besar penyelundupan rokok ilegal,” jelasnya.
Di sisi lain, seorang aktivis antikorupsi Kepri menilai penyelundupan ini seperti memiliki “koordinator” yang mengatur kelancaran jalur keluar masuk Batam–Tanjungpinang. “Ada kesan praktik ini sudah terorganisir. Jika tidak segera dibongkar, Kepri bisa menjadi basis distribusi rokok ilegal nasional,” katanya.
Hingga kini, upaya pihak Bea Cukai dan Kepolisian terkait dugaan ini masih belum membuahkan hasil. Publik menantikan langkah konkret aparat untuk membuktikan keseriusan dalam memberantas rokok ilegal yang semakin merajalela di Kepri. arf-6