MabesNews.tv, BEKASI – Perseteruan antara Ketua Srikandi Ganisa, Mastaria Manurung, dan Ketua Umum Perisai Kebeneran Nasional (PKN), Mangapul Sirait, memunculkan sorotan tajam dari praktisi hukum.
Agus Budiono, seorang praktisi hukum sekaligus Ketua Umum Tombak Keadilan Rakyat (TKR), menyoroti penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur. Ia mengungkapkan bahwa kasus ini sempat terhenti selama dua tahun.
“Kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur ini sempat mangkrak selama 2 tahun,” kata Agus kepada ke rekan media, Rabu (17/9/2025).
Agus menambahkan, beredar kabar bahwa terhentinya kasus ini disebabkan adanya penyimpangan terkait perdamaian yang berpotensi mengkhianati UU Perlindungan Anak.
“Apapun alasannya, perdamaian tidak dibenarkan dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak, baik atas permintaan tersangka maupun pihak keluarga korban,” tegas Agus.
Kasus ini bermula ketika LBH PKN mendampingi korban kekerasan seksual, seorang anak perempuan berinisial S berusia 13 tahun, dengan pelaku A berusia 20 tahun. Dalam perjalanannya, kasus yang telah dilaporkan ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Metro Kabupaten Bekasi ini mengalami proses perdamaian.
“Pelaku A yang sudah dewasa sempat mendekam di sel tahanan, namun kemudian dikeluarkan karena adanya dugaan perdamaian tersebut,” ungkapnya.
Kasus ini kembali mencuat ketika Ketua LBH Srikandi Ganisa, Mastaria Manurung, bertemu dengan bibi korban S yang mengeluhkan kasus keponakannya yang tidak berjalan. Mastaria kemudian menelusuri prosesnya dan menemukan adanya perdamaian dengan sejumlah uang, yang kemudian dilaporkan oleh LBH Ganisa.
Kasus kekerasan seksual ini kembali diproses dan telah memasuki persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Bekasi.
“Ironisnya, Mangapul Sirait kini justru membela pelaku A melalui kuasa Relawan Pengawal Merah Putih, padahal sebelumnya membela korban S melalui LBH PKN,” imbuhnya. Hal ini berpotensi menimbulkan penyelundupan fakta hukum
Agus mempertanyakan tindakan Mangapul Sirait dalam menangani amanat UU Perlindungan Anak. Ia menekankan bahwa Restorative Justice (RJ) tidak dapat diterapkan pada semua kasus perlindungan anak, terutama kekerasan seksual.
Hotma T