Oleh, Maman A Majid Binfas
Mabesnews.tv, Manakala ditelusuri di pasaran Google tentang makna dari diksi kesurupan akan ditemukan beragam pemaknaan. Namun, hampir beragam etnis budaya dan atau dalam pemahaman umat yang beragama, kesurupan diidentikan sebagai kondisi di mana tubuh manusia dikuasai oleh roh, hantu, setan, dewa, atau makhluk halus lainnya yang tidak kasat mata.
Kemudian, di dalam pandangan secara medis, penyeban dari fenomena kesurupan sebagai gangguan mental yang disebut Dissociative Trance Disorder (DTD) atau Possession Trance Disorder, bukan akibat rasukan makhluk gaib. Kondisi ini melibatkan hilangnya kesadaran, perubahan perilaku drastis, dan kehilangan kontrol diri, serta bisa dipicu oleh tekanan psikologis dan sosial yang berat. Pengobatan meliputi psikoterapi dan manajemen stres, dengan tujuan membantu pasien untuk memahami dan mengelola kondisi mereka.
Dalam Islam, kesurupan, adalah fenomena nyata di mana seseorang dirasuki oleh jin atau setan, seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur’an dan hadis, serta disepakati oleh para ulama. Penyebabnya bisa karena jin menyukai atau membenci orang tersebut, atau bahkan karena tindakan manusia yang mengganggu jin. Sementara, manusia yang lalai dan jauh dari Allah lebih rentan dirasuki.
Penanganannya meliputi pengobatan dengan ruqyah untuk membaca ayat-ayat Al-Qur’an, seperti Ayat Kursi, serta menjaga diri dengan selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Keberadaan dan masuknya jin ke dalam tubuh manusia didukung oleh Al-Qur’an, hadis, dan kesepakatan mayoritas ulama, dengan firman Allah dalam QS. Al-Baqarah: 275 sebagai salah satu rujukannya yang berarti;
“Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan, seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila.”
Ayat ini menunjukkan adanya kondisi seseorang yang kemasukan setan sehingga ia tidak bisa mengendalikan diri, yang secara luas ditafsirkan sebagai masuknya jin ke tubuh manusia.
Bahkan disebutkan dalam hadis nomor 7171 diriwayatkan oleh Al-Bukhari, yang berarti “Sesungguhnya setan (jin jahat) masuk pada diri Bani Adam melalui jalan (aliran) darah”.
Hadis tersebut, menunjukkan bahwa kondisi emosional ekstrem, seperti marah, sedih, atau takut yang berlebihan dapat membuka pintu bagi jin untuk masuk dan menguasai manusia sehingga majnun atau gila kerasukan kuasa.
Pengelola Negari Kerasukan
Terkadang orang majnun atau yang mengidam kesurupan memang mesti didampar dulu dengan tamparan atau ditotoki sarafnya yang telah beku, dikarena akar otaknya disumbat oleh kerasukan roh jahat keiblisan agar bisa segera siuman
Sama halnya, mungkin juga mesti diperlakukan kepada para pengelola negara yang sok kuasa, baik berakar rumput maupun berpucuk yang lagi memuncak tanpa terkecualikan sehingga segera dadari dirinya.
Kalau, memang kata berkalimat apapun, tak berarti apa apa bagi para pengidam idiot kedunguan yang berotak isi jeroan ampas comberan
Terkecuali, bila dipukuli atau dibakari baru bisa disadarinya, betapa sakitnya pukulan dari pentulan dan begitu panasnya bara api.
Itulah, bila kadar warisan ketololan dipertuankan juga arogansi kesesatan dipertuhankan.
Berulang kali diharapkan, wahai para pengelola negari, akan lebih elok manaksla segera sadari dengan membaca diri agar tidak menggigit jari di dalam penjarah publik yang bosan dengan diksi basa basi.
Sebaiknya, para pengelola Negara, jangan suka mengedepankan oralisasi logika sungsang untuk selalu bersandiwara, di dalam menangani tuntutan demostran yang bernurani bening agar negeri bisa benderang dan juga segera hening-
Presiden, Hentikan agar Bening
Musim hujan tak menentu semoga tuntutan spirits kebeningan dari aspirasi demo tidak terbentur jalan buntu juga berabun ayam bah musang berbulu ayam benaran
Agar negeri tetap aman damai dari segala sensasi dan manipulasi liar berakumulasi jadi komsumsi pahlawan kesiangan.
Bila, telah diduga memang ada gerakan adu domba dari geng algojo bertopeng serigala berbulu domba
Kenapa masih juga dibiarkan untuk membias di dalam menodai kabinet merah putih yang sedang dikobarin untuk berkibaran
Lebih menawan, hentikan akumulasi atas noda percikan dari segala radiasi sehingga Presiden bisa melangkah dengan kepastian terbentang tanpa terganggu !
Presiden nan Terbentang
Silakan, kejar tayang sebelum melayang, selagi ajimumpung. Sekalipun, telah terkepung setiap saat membayang digulung. Kalau memang, disadari berpulang
kembali diserang hingga berkalang
Kini, hanya sisa hari tayang dihitung jarum jam berhujung
kain akan terbentang dan terbungkusin.
Bukan jua, terbungkusin bah merona barengan sembari makan nasi bungkusan nan terselubung gulai otak isi jeroan ampas ceboan. Seiring dengan tersenyapin mantra jampian di dalam kebejatan berondaan ala pinggiran hingga berkunang kunangan jadi kenangan.
Tampak dagelan penantian di dalam jejak bertapak sungguh aduhai kedunguan. Sejak dulu dan kini, dari beragam gerakan apapun, telah terbaca tanpa bisa dimanipulasi dengan gaya apapun jua terbungkusin. Tetap jua terdeksi berhingga lapisan bumi, biar tampak topeng nan terbungkusin.
Namun, seorang pemimpin sebagai Presiden mesti membaca seksama sehingga publik semesta akan bersama dibelakangmu untuk tetap mendukung akar kejujuran tanpa dirasuk kesurupan.
Kepadamu Presiden
Selalu saja berulang kembali setelah korban, baru ada dagelan gerak perubahan dan itupun tidak maksimal hanya sekedar bantal labiodental dengkulan melolong.
Kenapa tidak, Presiden mesti ambil alih untuk bertindak tegas dengan maksimal mungkin tanpa aling tembang pilih sehingga pulih tak berulang kembali.
Sekali lagi, Publik butuh ketegasan dari seorang Presiden nan bertindak adiluhung. Kalau telah diketahui, memang ada musang berbulu ayam bergabung dalam demo, kenapa masih juga dibiarkan melenggang kangkung hingga menodai kemurnian di dalam kedamaian menyuarakan suara hati berlogika cemerlang.
Begitu juga, bila telah diketahui, memang ada serigala berbulu domba di dalam kabinet merah putih, kenapa masih dibiarkan merajalela dalam mengoyak kibaran bendera merah putih nan benderang.
Kalau memang. mau terang untuk benderang di dalam berterus terang tanpa aling tebang pilih mengiang dan mesti lantang, sekalipun mereka bertameng Asing
atau dajjal bergentayang.
Kita bukan bangsa pecundang, terpenting demi bangsa terbentang
rakyat akan mendukung hingga berkalang.
Sekarang, tinggal keberanian Sang Pemimpin untuk ditantang menerjang guna berpeluang benderang hingga mengibarkan Indonesia menjadi negara adiluhung tanpa tanding !
Kalau, kini tidak, lalu kapan lagi, apakah masih tapak mesti dibiarkan berulang kembali menggonggong
Kepadamu Presiden, Kami butuh ketegasan adiluhung hingga tak berulang lagi hingar bingar linglung meraung sehingga negeri bugar nan tetap benderang tanpa lagi dirasuki oleh kesurupan dalam ke_majnun_an yang berkalam. Wallahu’alam.