MabesNews.tv – BANDAR LAMPUNG |
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung terus mendalami dugaan korupsi dalam proses perizinan dan operasional tambang pasir silika di Kabupaten Lampung Timur.
Dua nama besar, yakni mantan wakil Bupati Lampung Selatan dan Sekretaris Daerah (Sekda) Lampung Timur, Ir. Moch. Yusuf, dijadwalkan menjalani pemeriksaan pada Selasa (20/5/2025). Namun, keduanya belum dapat memenuhi panggilan dan dijadwalkan ulang hadir pada Rabu (21/5/2025).
Pemanggilan ini berlangsung di tengah maraknya isu akan ditetapkannya sejumlah pejabat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lampung Timur sebagai tersangka dalam perkara tersebut.
Sumber internal Kejati Lampung mengungkapkan kepada KBNI bahwa terdapat indikasi kuat kerugian keuangan negara dalam proses perizinan tambang silika yang beroperasi di wilayah Lampung Timur.
“Benar, akan segera ada pejabat Pemkab Lamtim yang ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara ini. Namun, untuk saat ini kami belum dapat menyampaikan rincian lebih lanjut,” ujar salah satu pejabat Kejati yang enggan disebutkan namanya.
Hasil pantauan di lapangan menunjukkan banyak bekas galian tambang yang dibiarkan terbengkalai, menyebabkan kerusakan lingkungan cukup serius. Ironisnya, tambang-tambang baru terus bermunculan, terutama di Kecamatan Pasir Sakti dan Labuhan Maringgai.
Masyarakat pun mempertanyakan siapa pihak yang paling bertanggung jawab atas maraknya tambang ilegal ini. Sejumlah nama dan instansi disebut, mulai dari kepala desa, camat, kepala Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), hingga Bupati dan Sekda yang menandatangani dokumen Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR).
Ketua Ikatan Wartawan Online (IWO) Lampung Timur, Azzohiri, meminta Kejati Lampung mengusut tuntas skandal tambang ini.
“Kami berharap Kejati mengungkap apakah proses perizinan ini benar-benar sesuai prosedur atau justru sarat manipulasi. Mulai dari izin lingkungan hingga PKKPR yang dikeluarkan oleh bupati harus ditelusuri,” ujarnya saat diwawancarai selasa (20/5/2025).
Dugaan praktik lancung dalam penerbitan izin tambang ini dinilai harus diusut hingga ke akar-akarnya, mengingat dampaknya bukan hanya merugikan negara, tapi juga menyebabkan kerusakan lingkungan dan keresahan sosial di tengah masyarakat